Hikmah secara etimologi
berarti mengetahui keunggulan sesuatu melalui suatu pengetahuan sempurna,
bijaksana, dan sesuatu yang tergantung kepadanya akibat sesuatu yang
terpuji.Dalam istilah ushul fikih, hikmah diartikan dengan suatu motivasi dalam
pensyariatan hukum dalam rangka pencapaian suatu kemaslahatan atau menolak
suatu kemafsadatan.
Pengertian di atas menegaskan bahwa setiap pensyariatan
hukum pasti memiliki motivasi hukum. Namun, motivasi hukum tersebut ada
yang mudah diketahui dan banyak jumlahnya dan ada pula yang sulit digali dan
sedikit jumlahnya.
Seberapa banyak motivasi hukum yang dikandung oleh
pensyariatan suatu hukum, sangat tergantung pada kualitas seorang mujtahid dan
usahanya dalam menggali motivasi hukum tersebut.
Oleh sebab itu, pensyariatan ibadah haji yang terwujud
melalui berbagai jenis gerakan, tentu memiliki banyak hikmah. Sebab
menurut sabda Rasulullah SAW, "Setiap
pekerjaan harus (pasti) disertai oleh niat (motivasi)."(HR.
Bukhari, Muslim, An-Nasa'i, Ibn Majah, Abu Daud dan Tirmidzi).
Ibadah haji dan umrah sarat
dengan nilai dan hikmah yang dapat diambil sebagai i'tibar. Di antara
hikmah-hikmah tersebut adalah:
Pertama, MENGHILANGKAN DOSA.
Hal ini dapat diketahui melalui beberapa hadits
Rasulullah SAW berikut ini :
"Siapa yang melaksanakan
ibadah haji, dia tidak melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dan tidak pula
mengeluarkan kata-kata yang kotor, maka ia akan kembali ke negeri asalnya tanpa
dosa, sebagaimana ia dilahirkan ibunya pertama kali." (HR. Bukhari, Muslim, An -Nasa'i, Ibnu Majah dan Tirmidzi
dari Abu Hurairah).
"Dosa-dosa yang dilakukan
antara umrah dan umrah berikutnya diampuni. Ibadah umrah dan haji yang
mabrur (yang diterima) tidak lain imbalannya selain surga. " (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Majah,
Imam Malik, dan Ahmad ibnu Hanbal).
"Orang-orang yang
melaksanakan haji dan umrah adalah tamu-tamu Allah SWT. Jika mereka
berdoa, Allah akan mengabulkannya, dan jika mereka meminta ampun, Allah akan
mengampuni mereka. " (HR. An-Nasa'i, Ibnu
Majah, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah).
Dari ketiga hadits di atas, tidak ada pembedaan antara
dosa kecil dan dosa besar. Oleh sebab itu, menurut Mazhab Hanafi, dosa
yang dihapus tersebut adalah dosa besar dan dosa kecil. Bila dosa kecil
dan besar sudah dihapus oleh Allah SWT, tentunya seseorang akan terhindar dari
siksaan neraka.
Berkenaan dengan ini ada hadits Rasulullah SAW yang
diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah, "Pada
saat wukuf itu, Allah turun ke langit dunia dan berfirman kepada
malaikat:" Lihatlah hamba-hamba-Ku, mereka datang kepada-Ku dengan rambut
kusut, berdebu, berbondong -bondong dari segenap pelosok bumi yang jauh untuk
mengharapkan keridhaan-Ku dan memohon dijauhi dari siksa neraka. Dan tidak
ada orang yang lebih banyak dibebaskan dari api neraka kecuali pada hari
Arafah."
Karena, orang yang melaksanakan ibadah haji, mereka
mengetahui dan merasakan betapa beratnya perjuangan Nabi Ibrahim AS dan istrinya
Siti Hajar, dan anaknya Nabi Ismail AS dalam membangun rumah Allah (Ka'bah)
sebagai pusat peribadatan umat Islam.
Perjuangan mereka dalam mensyiarkan agama Allah inilah
yang dituangkan melalui jaringan pelaksanaan ibadah haji. Para jamaah haji
juga dapat menyaksikan tempat-tempat bersejarah dari perjuangan yang dilakukan
dan dirasakan oleh Rasulullah SAW di negeri yang tandus (Makkah dan Madinah)
dengan berbagai rintangan. Semua ini tentu akan berpengaruh besar terhadap
keimanan jamaah haji tersebut.
Ketiga, Mempertebal Rasa
Kesabaran dan Memperdalam Rasa Kepatuhan Terhadap Ajaran-ajaran Agama.
Karena, selama menjalankan ibadah haji, jamaah haji
merasakan betapa berat perjuangan yang harus dihadapi untuk mendapatkan
keridhaan Allah SWT.
Keempat, menimbulkan rasa syukur yang sedalam-dalamnya
atas segala karunia Allah SWT kepada hambanya, sehingga mempertebal rasa
pengabdian kepada Allah SWT.
Kelima, Memupuk Rasa Persatuan
di Kalangan Umat Islam.
Adanya keseragaman jaringan pelaksanaan ibadah haji
memberikan pelajaran bahwa umat Islam harus memiliki satu visi dan misi, yaitu
menegakkan syariat Islam. Semua pelaksanaan rukun haji, dilakukan pada
waktu yang sama dan tempat yang sama pula.
Dalam pelaksanaan ibadah haji, harus ditanggalkan
pakaian kemegahan kantor, pakaian kesukuan dan kebangsaan. Kemudian,
berlaku pakaian kesatuan yang tidak membedakan antara si kaya dan si miskin,
tidak membedakan antara kantor dan rakyat biasa, dan tidak pula membedakan suku
dan bangsa. Pakaian tersebut berwarna putih, sebagai lambang bahwa serikat
harus diikat oleh kesucian jiwa dalam ukhwah islamiyah.
Berkenaan dengan asosiasi ini Allah SWT berfirman, "Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami
telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal." (QS. Al-Hujurat : 13). Melalui sarana
ibadah haji danumrah , terbuka kesempatan seluas-luasnya untuk saling mengenal
dan bertukar pikiran.
Keenam, Bermanfaat Dari Segi
Ekonomi.
Ibadah haji ini sangat memberikan manfaat yang banyak
bagi para pedagang, karena jumlah jamaah haji dan umrah yang banyak tersebut
tentunya membutuhkan kebutuhan yang sangat banyak pula. Di sisi lain,
ibadah haji juga banyak memberikan manfaat secara ekonomi bagi umat Islam yang
tidak memiliki kemampuan untuk menunaikan ibadah haji, khususnya untuk
negara-negara yang ada di dalamnya umat Islam yang miskin.
Sebab, pemerintah Arab Saudi memiliki kebijakan-untuk
menghindari kemubaziran-bahwa daging-daging hewan yang telah disembelih sebagai
dam dari jamaah haji, dikirimkan ke berbagai negara yang di dalamnya ada umat
Islam yang miskin. Inilah salah satu yang dimaksud oleh Firman Allah SWT, "Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat
bagi mereka ..." (QS. Al-Hajj: 28).
Ketujuh, Kesadaran Terhadap
Persamaan Nilai-nilai Kemanusiaan.
Allah SWT berfirman, "Bertolaklah kamu dari tempat Bertolaknya orang-orang banyak, dan
mohonlah ampun kepada Allah SWT.Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. " (QS. Al-Baqarah: 199).
Ayat ini merupakan teguran terhadap sekelompok orang
(yang dikenal dengan al-hummas) yang mengingkari kesamaan nilai kemanusiaan,
kemudian dengan perasaan memiliki keistimewaan diri, mereka enggan bersatu
dengan orang banyak dalam melakukan wukuf. Mereka melakukan wukuf di
Muzdalifah, sedangkan orang banyak melakukan wukuf di Arafah.
Pemisahan diri yang dilatarbelakangi oleh perasaan
superioritas inilah yang dicegah oleh Allah SWT dalam ayat di atas. Adanya
persamaan nilai kemanusiaan ini semakin tampak jelas bila dikaitkan dengan isi
khutbah Nabi Muhammad SAW pada Haji Wada 'yang intinya menekankan:
1.
Persamaan
2.
Keharusan memelihara jiwa dan
kehormatan orang lain
3.
Larangan melakukan penindasan
atau pemerasan terhadap kaum lemah, baik di bidang ekonomi maupun di
bidang-bidang lainnya.
Kedelapan, Pelajaran tentang
Fungsi Manusia sebagai Pemimpin dan Pelindung Makhluk Tuhan lainnya.
Pada ibadah haji , khususnya semenjak berlaku
pakaian ihram, ada sejumlah larangan yang harus diindahkan oleh jamaah
haji. Diantaranya tidak menyakiti binatang, tidak membunuh, tidak
menumpahkan darah, dan tidak mencabut pepohonan.
Hal ini memberi pelajaran bahwa manusia berfungsi
sebagai pelindung makhluk-makhluk Allah SWT, serta memberi kesempatan seluas
mungkin untuk mencapai tujuan penciptaannya. Sehingga manusia benar-benar
dirasakan sebagai rahmat bagi sekalian makhluk yang ada di alam ini.
Jamaah haji dilarang juga menggunakan wangi-wangian,
bercumbu atau kawin, dan berhias. Agar setiap jamaah haji menyadari bahwa
manusia bukan materi semata, bukan pula birahi, dan bahwa hiasan yang dinilai
Allah adalah hiasan ruhani (ketakwaan setiap umat Islam). Allah SWT
berfirman, "Sesungguhnya
manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah manusia yang paling
bertakwa." (QS. Al-ujurat (49): 13).
Demikian beberapa hikmah ibadah haji dan
umrah. Masih banyak hikmah-hikmah lainnya yang bisa dipetik dari
pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Allah tidak sia-sia dalam mensyariatkan
ibadah haji dan umrah. Di dalam kedua ibadah tersebut, terkandung hikmah
dan pelajaran yang banyak dan sangat berharga.